Kasus Korupsi PT. Timah, Legislator PKS Minta Kejaksaan Agung Tangkap Dalangnya

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto.

Jakarta — Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto, mengapresiasi kerja Kejaksaan Agung RI membongkar kasus korupsi PT. Timah yang merugikan negara hingga Rp 271 triliun.

Menurut Mulyanto, Kejaksaan Agung harus terus mengusut semua pihak yang terlibat dan jangan berhenti pada aktor lapangan saja.

Melihat besaran jumlah kerugian negara yang dihasilkan, Mulyanto yakin kasus ini melibatkan orang besar dan orang penting yang punya jabatan penting di Pemerintah. Sebab tidak mungkin kejahatan korporasi seperti ini bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa diketahui pejabat berwenang.

“Karena itu Komisi VII DPR RI akan mendukung upaya Kejaksaan Agung menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya. Kami juga akan panggil pihak-pihak terkait di Kementerian ESDM dan BUMN Pertambangan untuk meminta penjelasan terkait persoalan tersebut,” kata Mulyanto.

Mulyanto menambahkan, terbongkarnya kasus ini menambah ironi pengelolaan SDA di Indonesia. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih belum pulih karena Covid-19, yang terbukti membuat mereka hidup dengan rebutan bansos sembako dan ngantri berdesak-desakan untuk sekedar memperoleh BLT dari Pemerintah, para pesohor dan selebriti kita justru malah menampilkan kehidupan mewah bergelimang harta, yang ternyata diduga berasal dari hasil korupsi uang negara milik rakyat.

“Ini sungguh sangat mengusik rasa keadilan kita,” imbuhnya.

Ia mensinyalir kasus korupsi yang terstruktur, sistematik dan massif (TSM) ini melibatkan jaringan mafia minerba besar. Aktor korupsinya bukan sekedar individu-personal tetapi bersifat korporasi-organisasional. Dan ini telah terjadi selama bertahun-tahun, baik pada komoditas batubara, nikel dan sekarang timah.

“Bayangkan berapa banyak kekayaan ibu pertiwi yang dihisap para koruptor kakap ini,” kata Mulyanto.

“Sementara Pemerintah sudah mati rasa dan tidak peduli. Terbukti Satgas Tambang Ilegal yang sudah didesakkan berbagai pihak belum juga terbentuk, apalagi bekerja secara TSM juga,” lanjutnya.

Penyebabnya, menurut Mulyanto, sangat jelas karena beking mafia tambang ini terlalu kuat, apalagi usia Pemerintahan yang ada sekarang tinggal seumur jagung.

Fakta ini sekaligus membuktikan, bahwa sistem ekonomi sumber daya tambang kita masih bersifat ekstraktif, yang hanya menguntungkan segelintir orang kaya dan berkuasa, serta memiskinkan masyarakat banyak.

Karena itu Mulyanto mendesak Pemerintahan yang akan datang menjadikan masalah ini sebagai pekerjaan rumah super prioritas, yang dibuktikan di 100 hari kerja pertama mereka.

“Pemerintah yang akan datang harus bisa membuktikan diri, bahwa mereka tidak kalah dari mafia tambang dan para bekingnya,” tegasnya.