Petani, Nelayan dan Pekerja Indonesia Belum Sejahtera

Ketua bidang Pekerja, Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS Ledia Hanifa Amalia
Ketua bidang Pekerja, Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS Ledia Hanifa Amalia

Indonesia merupakan negara yang terkenal sebagai negara maritim dan agraris. Namun, ironisnya kelompok petani, nelayan dan pekerja masih jauh dari kata sejahtera. Bagaimana Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memandang masalah tersebut? Berikut secuplik wawancara pks.id dengan Ketua bidang Pekerja, Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS Ledia Hanifa Amalia.

Bagaimana gambaran umum nasib petani dan nelayan di Indonesia?

Belum sejahtera, masyarakat yang berasal dari petani, nelayan dan pekerja itu belum sejahtera. Kan ironis, sedangkan negara kita adalah negara maritim dan negara agraris. Tapi justru petani dan nelayannya adalah masyarakat yang paling miskin.

Bayangkan jika nelayan kita kalau mau melaut dia setidaknya harus menyediakan uang 50 juta untuk membeli es batu, solar, dan lain sebagainya. Dari mana mereka uangnya? Sehingga akhirnya mereka memilih diberikan modal oleh si pemodal dan berapapun hasilnya itu milik si pemodal. Akhirnya nelayan kita dapat apa? Dia tidak mendapatkan apa-apa bukan, dia hanya dapat capek nya saja. Nah yang kayak gini-gini kurang terperhatikan oleh pemeritah.

Nah, yang menjadi pelaut lebih parah lagi, di Taiwan itu yang banyak ketangkep ya nelayan kita yang lagi nelayan terus ditawarin kerja di kapal, katanya jadi pelaut padahal bukan pelaut tapi jadi nelayan, itupun cuma berdua sama majikannya. Kalau dia punya konflik, tinggal di cemplungin aja sama majikannya, artinya tidak ada perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada para nelayan kita.

Kemudian, kita belum mendorong lahan pertanian kita dibuat produktifitasnya, katakanlah ada asuransi, jaminan luas lahan. Karena setelah dihitung-hitung, jika petani tidak memiliki luas lahan kurang dari dua hektar maka dia akan merugi. Pekerja di pertanian itu dibawah UMR semua, karena tidak ada yang sanggup petani membayar buruh-buruhnya itu.

Nasib pekerja sama saja?

Mengenai nasib pekerja kita, kalau yang saya lihat begini, upah kan memang sebagai satu ukuran kesejahteraan. Tapi tidak bisa sampai disitu, karena ketika kita bicara mengenai upah minimum yang lainnya juga mengikuti. Jadi kalau misalnya kita lihat nih, mereka para pekerja ini semua rata-rata mengarah ke manufaktur, artinya ketika pengusaha cabut modalnya dan pindah ke negara lain, wasalam di kita. Mau ribut soal upah-upah, kalau hubungan industrialnya engga bagus ini yang akan menjadi masalah.

Nah kemarin saya bertemu dengan para (TKI yang) training di Jepang, sudah beberapa kali kita ketemu. Mereka ini sebenarnya pekerja kasar, sebenarnya di Jepang tidak boleh ada warga asing yang mengambil pekerjaan kasar tapi orang jepangnya sendiri sudah tidak mau jadi yang pekerjaan paling kasar, paling berisiko, dan bahaya itu yang ambil para training-training yang berasal dari Indonesia salah satunya.

 

Mereka tiga tahun, betul sih pulang mereka punya uang dan keterampilan, tapi masalah berikutnya adalah jika sudah pulang mereka mau ngapain, ada sih tawaran dari perusahaan Jepang, tapi berapa banyak? belum lagi yang mengalami shock budaya. Saya melihat BNP2TKI itu hanya melihat pada penempatan dan perlindugan saja, tapi tidak memikirkan pulangnya mau diapaain.

Yang lebih ngeri itu di Malaysia di perkebunan, mereka nyaris stateless. Karena mereka di perkebunan, passport mereka dihancurkan majikan, atau ada yang tidak tahan lalu melarikan diri. Nah anak-anak yang kalau kita lihat di Pulau Sebatik itu jarang bisa bertemu dengan orang tuanya, karena orang tuanya engga bisa keluar Malaysia. Karena illegal, nanti kalau keluar malah ditangkep, kan begitu.

Itukan mengacaukan segala macam ya kalau begitu. Nah, sudut pandang itu yang benar-benar harus kita kawal bahwa kerja di negara orang dengan tidak menyediakan pekerjaan di negeri sendiri. Banyak hal yang luput dan seharusnya bisa kita perjuangkan semaksimal mungkin.

Perlu moratorium pengiriman TKI?

Kemarin saya ketemu dengan Pak Jokowi, kemudian saya angkat masalah ini. Lalu beliau bilang 'Apa kita berhentikan saja?' Iya, kalau kata saya sih berhentikan saja. Tapi dengan catatan kita harus menyediakan di dalam negri, apa yang bisa kita lakukan. Karena yang berangkat ke luar negri itu sebagian besar pekerjaan domestik. Artinya unskill kan masih banyak peluang.Hampir sama semua sektor mengalami masalah yang sama. Artinya perlindungan itu sendiri belum maksimal.

Faktor apa yang menjadi penyebab nelayan, petani dan pekerja kita belum sejahtera?

Belum adanya sistem yang terintegrasi. Artinya ada yang salah, karena kita tidak membuat sistem yang terintegrasi antara produsen dan juga cabang-cabang produksi lainya yang berkaitan. Misalnya petani jamur, yang akan menyediakan sekam, bakteri itu tidak menjadi satu kesatuan.

Jika petani kita mengerjakan multisektor itu akan memudahkan. Kami mengkaji di beberapa daerah di luar negeri yang berkaitan dengan ini. Misalnya Jepang, Jepang melibatkan koperasi. Jadi, koperasi itu yang akan kemudian bekerja. Sedangkan kita punya Koperasi Unit Desa (KUD) tapi apakah dia dibimbing betul? Seharusnya, KUD itu tidak dibimbing lagi oleh Kementerian Pertanian tapi oleh Kementerian Koperasi dan UMKM. Harusnya pemerintah itu menghapus ego sektoralnya.

Pandangan soal poros maritim?

Poros maritim baru sebatas digembar-gemborkan. Tapi kami memandang ada perjalanan yang masih putus, apa sebetulnya desain dari poros maritim itu. Artinya apa sih maksud dari poros maritim ini, jika memang bertujuan untuk membangun poros maritim artinya nelayan tradisional harus dilibatkan tidak bisa mereka ditinggalkan, dimana-mana dimuka bumi ini ada yang tradisional tetap bertahan dan modernisasi juga bisa. Lantas kenapa yang tradisional ini tidak ditingkatkan.

Jadi, kalo kita lihat ini problem-problem yang belum terselesaikan, masalah besarnya satu karena kita tidak membuat satu sistem yang multi link.

Apakah sudah ada UU yang menjamin kesejateraan nasib para petani, nelayan dan pekerja?

Sudah ada, Undang-undangnya sudah dibuat. Bahkan PKS menjadi salah satu pelopornya UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan, dan Petambak Garam, judulnya saja sudah panjang. Sudah-sudah ada, namun pada kenyataannya implementasiannya belum.

Jika pemerintah benar-benar ingin mengentaskan angka kemiskinan, maka pemerintah harus lebih sistematis dan lebih integratif dalam menyelesaikan masalah pada nelayan, petani dan pekerja kita. Karena, ujung tombaknya dari kemiskinan itu ada pekerja migran, ada petani, ada nelayan.

Nah, ini adalah kelompok-kelompok yang menyumbang besar pada angka kemiskinan kita. Kalau betul ingin mengetaskan kemiskinan, tangani ini secara komperhensif kemudian yang kelas menenagahnya para pekrja yang manufaktur juga harus dibangun hubungan yang harmonis, demikian juga berikutnya kita harus ada koordinasi satu sama lain. (put)