Pendidikan Agama yang Kurang Faktor Maraknya Perundungan

Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Wirianingsih
Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Wirianingsih

Jakarta (18/7) – Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Wirianingsih merasa prihatin dengan kejadian perundungan yang terjadi kepada seorang siswi sekolah di Jakarta, pada jumat (14/7) lalu.

Wirianingsih menilai, kejadian ini merupakan “Puncak Gunung Es” dari perilaku pelajar Indonesia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan rusaknya prilaku pelajar saat ini. Salah satunya adalah kurang optimalnya pendidikan agama yag didapatkan oleh anak-anak dari rumah.

“Ini sangat mendasar dan tidak bisa ditinggalkan. Bagaimanapun, pendidikan agama yang baik dan konsisten harus dilakukan bersamaan di rumah dan sekolah untuk mengawal perkembangan anak,” jelasnya di kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (18/7/2017).

Wirianingsih juga menegaskan, bahwa orang tua memiliki peran yang cukup penting. Bagaimana mereka memberikan pengasuhan kepada anak. Serta mengawasi pergaulan anak-anak selama mereka diluar rumah.
Kejadian perundungan yang dilakukan oleh 9 Siswa SD dan SMP ini, menurut Wirianingsih perlu dijadikan pelajaran dan perhatian oleh setiap orang tua. Karena, keluarga merupakan agen sosial terdekat yang dapat mensosialisasikan nilai-nilai baik kepada anak.

“Peristiwa ini harusnya menghentak kesadaran orang tua dimanapun. Kita juga tidak mau kan anak kita diperlakukan seperti itu? Peristiwa ini memberikan pelajaran, agar berhati-hati dalam mendidik dan mengasuh anak di usia-usia penting,” tuturnya.

Wirianingsih menambahkan, masyarakat juga memiliki peran yang tidak kalah penting dari keluarga. Karena menurutnya, anak-anak yang melakukan perundungan bisa jadi karena melihat contoh di sekitarnya. Sehingga, kita sebagai bagian dari anggota masyarakat harus ikut bertangung jawab dalam mewujudkan ligkungan yang baik untuk anak-anak.

“Anak melakukan bullying karena (bisa jadi) melihat contoh di sekitarnya, di rumah, di sekolah , dan media sosial. Masyarakat yang menyaksikan harus bertanggung jawab untuk melerai dan mengingatkan jika terjadi pertengakaran disekitarnya,” lanjut Wirianingsih.

Kemudian, Wirianingsih melanjutkan, terdapat satu hal penting yang harus menjadi perhatian bersama, para pelaku perundungan adalah tetap anak-anak. Sehingga, tetap perlakukan mereka laiknya anak-anak. Mereka bukan penjahat, hindari pemberian hukuman yang dapat menyebabkan trauma pada anak di kemudian hari.

“Pada dasarnya mereka adalah anak-anak, mereka bukan penjahat namun korban dari sistem. Tetap perlakukan mereka seperti anak-anak, yang perlu dibimbing, ditunjukan mana yang benar dan tidak. Meskipun, hukuman itu memang perlu diberikan untuk memberikan efek jera. Namun, tetap diperhatiakan agar tidak menimbulkan trauma dikemudian hari,” tegas Wirianingih.

Selain itu, Wirianingsih juga mengingatkan kepada para pemangku kebijakan agar segera bertindak. Sehingga, kejadian seperti ini tidak terjadi dikemudian hari.

“Ini perlu kerjasama dari semua elemen. Keluarga, masyarakat dan para pemangku kebijakan. Agar hal seperti ini tidak terjadi kembali di kemudian hari. KPAI, Komnas Anak, dan lembaga yang peduli kepada anak hendaknya dalam siaga penuh untuk mengawal anak-anak Indonesia,” tutupnya.