Kasus Tuti Dinilai Penguat Alasan Moratorium Pengiriman TKI ke Timteng

Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta

Jakarta (31/10) -- Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta meminta pemerintah tidak mencabut moratorium atau penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Timur Tengah pasca-eksekusi mati pekerja migran asal Majalengka, Tuti Tursilawati.

Pemerintah Arab Saudi mengeksekusi Tuti pada 29 Oktober 2018 lalu di kota Ta'if tanpa ada notifikasi atau pemberitahuan resmi lebih dulu kepada Pemerintah Indonesia.

"Kasus Tuti ini semakin menguatkan alasan agar pemerintah tidak mencabut moratorium TKI ke Timur Tengah, termasuk ke Arab Saudi. Apalagi beberapa saat lalu ada rencana pengiriman 30 ribu TKI ke Timur Tengah," ujar Sukamta melalui keterangan tertulisnya, Rabu (31/10/2018).

Menurut Sukamta, pemerintah harus lebih dulu menjamin terpenuhinya parameter pengiriman TKI seperti diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Tenaga Migran.

Pasal tersebut menyebutkan, negara tujuan pengiriman TKI harus memenuhi beberapa syarat yakni memiliki hukum yang melindungi tenaga kerja asing, memiliki perjanjian bilateral tertulis dan memiliki sistem jaminan sosial.

"Selama 3 syarat parameter ini belum terpenuhi, moratorium pengiriman TKI tetap pilihan bijak," tuturnya.

Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri DPP PKS ini mengatakan, selain tiga parameter tersebut, pengiriman TKI juga harus mempertimbangkan dan mengutamakan SDM yang memiliki keterampilan yang cukup serta kemampuan melindungi diri dengan baik.

"Pengiriman TKI ini bukan hanya soal peluang kerja, tetapi yang tidak kalah penting adalah soal perlindungan, karena tiap bulan terjadi ribuan kasus terhadap TKI," kata Sukamta.

Diketahui, Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan moratorium pengiriman TKI ke-21 negara di Timur Tengah, antara lain le Arab Saudi, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya dan Pakistan.

Kemenaker terus melakukan pembenahan terhadap sistem penempatan dan perlindungan TKI dengan mengeluarkan berbagai regulasi, termasuk terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Permanaker tersebut memberikan aturan ketat terhadap Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS). Kemenaker juga membuat program pemberian sanksi berupa pencabutan surat izin pengerahan (SIP) TKI jika terbukti melakukan pelanggaran.

Sumber: kompas.com