HNW: Gejala di Masyarakat, Ingin Pergantian Pemimpin

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid dalam diskusi
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid dalam diskusi "Refleksi Malari: Ganti Nakhoda Negeri?" di Seknas Prabowo-Sandi, Jakarta, Selasa (15/1) (donny/PKSFoto)

Jakarta (15/1) -- Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengenang peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) sebagai bagian dari sejarah panjang Indonesia yang seharusnya tidak terulang lagi.

Dalam diskusi bertajuk "Refleksi Malari: Ganti Nakhoda Negeri?", Hidayat menilai ada kesamaan semangat dan kondisi dengan pertarungan Pilpres saat ini. Di mana rakyat mengkhendaki adanya pergantian pemimpin.

"Ada kondisi ketergantungan yang sama, ada kondisi ingin kita menghadirkan kritik dan menghadirkan perbaikan," ujar Hidayat dalam diskusi yang digelar di Seknas Prabowo Sandi, Jl. HOS Cokroaminoto No. 93, Jakarta, Selasa (15/1/2019) tadi.

Peristiwa Malari sendiri meledak karena posisi Indonesia yang begitu tergantung oleh asing, aspek ketidakadilan hingga pemberlakuan politik represif oleh pemerintah.

Ia kemudian mengkritisi posisi hutang Indonesia yang jumlahnya sudah sangat mengkhawatirkan. Jika diukur dengan besaran APBN per tahun, Indonesia sudah menunjukan gejala kehilangan kedaulatannya.

"APBN kita setiap tahun hanya 2.000 T. Kalau hutang Indonesia sudah di atas 4.900 T, kalau APBN kita seluruhnya dipakai untuk membayar hutang, masih belum lunas. Indonesia dalam kondisi ketergantungan (hutang) atau kehilangan kedaulatan ekonomi akibat permasalahan hutang," jelas pria yang juga Wakil Ketua MPR RI ini.

Dalam kesempatan itu, Hidayat menegaskan, negara ini perlu pemimpin baru yang mampu mengantarkan Indonesia menjadi negara yang kuat dan terbebas dari ketergantungan bangsa lain.

"Untuk penyelamatan Indonesia, untuk keamanan Indonesia, untuk kemakmuran Indonesia, untuk keadilan Indonesia dan insya Allah akan berujung pada ganti nahkoda," tegasnya.